Jumat, 09 Desember 2011

struktur kepengurusan FORMAL

Struktur Pengurus
FORMAL
Pelindung            : K.H Imam Yahya Mahrus
                                  Drs. K.H. Chamzawi, M.Hi
                                  H. Isroqunnajah
Penasehat          : Muhammad Syaikhu
                                  Dede Sayyid Kamil
                                  Dede Abdurrahman
Ketua Umum     : Sugeng Handiyanto
Wakil Ketua        : Khozinul Mahfudz
Sekretaris Umum: Aprianto
Wakil Sekretaris :Khoiril Latifah
Bendahara Umum : Bakhtiar P.s
Wakil Bendahara : Isrotul Anggun
Divisi Keagamaan: Ilham (co)
-Ahmad Abdul Aziz
-Moh.Alfian Arif
-Miftahus Salam
-Maimuna Yusuf
 Divisi Pendidikan:
-Muhammad Hasyim Ibnu Abbas
-Fikri Hidayatulloh
-Heru Rosyadi
-Maryatul Qibtiyah
Divisi Bakat Minat
-Karoni Adzkiyak
-Tasriful Khobir
-Ifan Nur Hamim
-Uwais Al-Qorny
-Rohmah
Divisi Humas
-Humam Syaharuddin
-Marsyudi
-Ahmad Muzaini
-isna
Divisi Kewirausahaan
-Abdul Karim
-Abdul Kharis
-Fery Hidayatulloh
-Iqbal El-Shiddiq

proposal kegiatan

PROPOSAL KEGIATAN

Oleh: Sun@ryo Surya

Guru Fisika SMA Negeri 85 Jakarta

I. PENGERTIAN

Proposal merupakan pedoman kerja, gambaran atau peta perjalanan lengkap yang akan dilalui selama melakukan kegiatan, berarti bahwa ia telah mempunyai gambaran menyeluruh atau lengkap mengenai lingkup dan urutan kegiatannya, tenggang waktu, saat mulai, serta saat bilamana harus berakhirnya pelaksanaan dari masing-masing kegiatan, pihak-pihak lain yang terkait dan harus dihubungi, sarana yang dibutuhkan dan lain sebagainya. Proposal penelitian merupakan suatu rencana tertulis yang akan diikuti dengan kegiatan nyata.

Bagi sebuah organisasi (kepanitiaan), menyusun proposal kegiatan merupakan langkah yang sangat penting, karena langkah ini dapat menentukan berhsil tidaknya seluruh kegiatan.

Sebelum seseorang (organisasi, panitia) memulai dengan kegiatannya maka ia harus membuat perencanaan tertulis yang biasa disebut dengan proposal kegiatan. Di dalam istilah tersebut terkandung pengertian suatu usulan. Kelihatannya, sebuah kegiatan bukan hanya untuk organisasinya saja, karena kata “mengusulkan” mengandung makna bahwa sesuatu masih menunggu jawaban atau izin dari pihak lain.

Penyusunan proposal merupakan bagian dari rangkaian kegiatan dan sebagai langkah awal untuk melaksanakan kegiatan. Dengan membuat proposal seseorang dituntut untuk merumuskan dengan jelas apa tujuan yang ingin dicapai. Dengan demikian sebuah organisasi dapat mengayunkan langkah dengan pasti dalam melaksanakan peneletiannya karena tanpa adanya keraguan lagi.

II. FORMAT PROPOSAL

Di samping tujuan, di dalam proposal juga disebutkan hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan, antara lain: latar belakang diadakannya kegiatan, waktu dan tempat kegiatan, susunan kepanitiaan, peserta, rencana anggaran kegiatan, dan jadwal kegiatan.

Dalam kegiatannya, OSIS SMA Negeri 85 Jakarta, menggunakan dua jenis proposal, yaitu: Proposal kegiatan khusus dan Proposal kegiatan umum.

Proposal Kegiatan Khusus:

Proposal yang dibuat oleh Ekstrakurikuler, dan kepanitiannya terdiri dari para anggota ekskul tersebut, contoh: Diklat Fotografi oleh Klub Fotografi, Studi Islam Intensif (SII) oleh Rohis, Latihan Dasar Penelitian oleh KIR, Retret oleh Rokris.

Siapa yang menandatangani proposal ?

Untuk kegiatan yang dilaksanakan oleh Ekstrakurikuler, yang menandatangani adalah: Ketua Ekskul, Pembina Ekskul, Ketua OSIS, Pembina OSIS dan Mengetahui Kepala Sekolah, jika diperlukan Menyetujui Ketua Komite Sekolah.

Formasinya adalah sebagai berikut:

Klub Fotografi Siswa,

Ketua OSIS, Ketua

______________ _______________

Pembina OSIS, Pembina Ekskul,

_______________ _______________

Mengetahui: Menyetujui:

Kepala SMA Negeri 85 Jakarta Ketua Komite Sekolah,

______________ _______________

Proposal Kegiatan Umum:

Proposal yang dibuat oleh pengurus OSIS, dan kepanitiannya terdiri dari seluruh pengurs OSIS, Ketua Ekskul dan anggota Ekskul yang aktif dalam setiap kegiatan, contoh: Masa Orientasi Siswa, LDKS, Pentas Seni, Perpisahan, dan lain-lain.

Siapa yang menandatangani proposal ?

Untuk kegiatan yang dilaksanakan oleh Pengurs OSIS dan ketua Ekstrakurikuler, yang menandatangani adalah: Sekretaris Panitia, Ketua Panitia, Ketua OSIS, Pembina OSIS Mengetahui Kepala Sekolah, jika diperlukan Menyetujui Ketua Komite Sekolah.

Formasinya adalah sebagai berikut:

Panitia Proteksi 2006,

Ketua Panitia, Sekretaris,

______________ _______________

Pembina OSIS, Ketua OSIS,

_______________ _______________

Mengetahui: Menyetujui:

Kepala SMA Negeri 85 Jakarta Ketua Komite Sekolah,

______________ _______________

SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) NEGERI 85 JAKARTA

ORGANISASI SISWA INTRA SEKOLAH

Jl. Srengseng Raya, Kec. Kembangan, Jakarta Barat Kode Pos: 11630

Telpon/Fax: (021) 584 0921, 586 2348 – e.Mail: info-sma85@yahoo.com

PROPOSAL

PROTEKSI TAHUN 2006

I. PENDAHULUAN

Mengandung isi tentang gambaran umum suatu organisasi atau kegiatan, dan latar belakang diadakannya kegiatan itu.

II. TUJUAN

1. …..

2. …..

3. …..

4. …..

III. WAKTU DAN TEMPAT KEGIATAN

1. Waktu Kegiatan

2. Tempat Kegiatan

IV. KEPANITIAAN

V. PESERTA

VI. JADWAL KEGIATAN

VII. SUSUNAN ACARA

VIII. RENCANA ANGGARAN

IX. PENUTUP

ORGANISASI SISWA INTRA SEKOLAH (OSIS)

SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) NEGERI 85 JAKARTA

KLUB FOTOGRAFI SISWA

Jl. Srengseng Raya, Kec. Kembangan, Jakarta Barat Kode Pos: 11630

Telpon/Fax: (021) 584 0921, 586 2348 – e.Mail: info-sma85@yahoo.com

PROPOSAL

DIKLAT FOTOGRAFI DAN JURNALISTIK

I. PENDAHULUAN

Mengandung isi tentang gambaran umum suatu organisasi atau kegiatan, dan latar belakang diadakannya kegiatan itu.

II. TUJUAN

1. …..

2. …..

3. …..

4. …..

III. WAKTU DAN TEMPAT KEGIATAN

1. Waktu Kegiatan

2. Tempat Kegiatan

IV. KEPANITIAAN

V. PESERTA

VI. JADWAL KEGIATAN

VII. SUSUNAN ACARA

VIII. RENCANA ANGGARAN

IX. PENUTUP



Text Box: MAKALAH: Disampaikan pada Latihan Dasar Kepemimpinan  Siswa (LDKS) SM Negeri 85 Jakarta, Senin, 12 September 2005 di Jakarta

tujuan belajar dan pembelajaran


TUJUAN BELAJAR DAN
PEMBELAJARAN

1.         TUJUAN BELAJAR
Tujuan belajar adalah sejumlah hasil belajar yang menunjukkan bahwa siswa telah melakukan perbuatan belajar, yang umumnya meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap yang baru, yang diharapkan tercapai oleh siswa. Tujuan belajar adalah suatu deskripsi mengenai tingkah laku yang diharapkan tercapai oleh siswa setelah berlangsungnya proses belajar. Tujuan belajar merupakan cara yang akurat untuk menentukan hasil pembelajaran. Tujuan pembelajaran (instructional goals) dan tujuan belajar (learning objectives) berbeda, namun berhubungan erat antara satu dengan yang lainnya.
Komponen-komponen Tujuan Belajar
Tujuan belajar terdiri dan tiga komponen, ialah : (1). Tingkah laku terminal, (2). Kondisi-kondisi tes, (3). Standar (ukuran) perilaku.
Tingkah laku terminal. Tingkah laku terminal adalah komponen tujuan belajar yang menentukan tingkah laku siswa setelah belajar. Tingkah laku itu merupakan bagian dari tujuan yang menunjuk pada hasil yang diharapkan dalam belajar, apa yang dapat dikerjakan/dilaku­kan oleh siswa untuk menunjukkan bahwa dia telah mencapai tujuan. Tingkah laku ini dapat diterima sebagai bukti, bahwa siswa telah belajar. Tingkah laku (behavior) adalah perilaku (performance) yang dapat diamati atau direkam.
Tingkah laku terminal harus dirumuskan dengan menggunakan kata kerja, misalnya memilih, mengukur yang menunjukkan suatu tindakan yang dapat diamati dan dicatat. Dengan menggunakan kata kerja itu, guru dapat mengkomunikasikan hal-hal yang diharapkan dilakukan oleh siswa. Namun ada juga kata kerja yang dinilai kurang bermakna karena samar-samar, misalnya : memahami, menghargai, mengetahui, dan sebagainya.  Penggunaan kata kerja yang samar-samar sebagaimana sering dirumuskan dalam tujuan pembelajaran ternyata sulit diukur dan diamati. Karena itu, tujuan-tujuan hendaknya dirumuskan dalam bentuk tujuan tingkah laku (behavioral objectives) supaya dapat diamati dan diukur tingkat ketercapaiannya.
Kondisi-kondisi Tes. Komponen kondisi tes tujuan belajar me­nentukan situasi di mana siswa dituntut untuk mempertunjukkan ting­kah laku terminal. Kondisi-kondisi tersebut perlu disiapkan oleh guru, karena sering terjadi ulangan/ujian yang diberikan oleh guru tidak sesuai dengan materi pelajaran yang telah disampaikan sebelumnya. Peristiwa ini terjadi karena kelalaian guru yang tidak memiliki konsep yang jelas tentang cara menilai hasil belajar siswa sebelum dia melaksanakan pembelajaran.
Ada tiga jenis kondisi yang dapat mempengaruhi perilaku pada suatu tes. Pertama, alat dan sumber yang harus digunakan oleh siswa dalam upaya mempersiapkan diri untuk menempuh suatu tes, misalnya : buku sumber, diktat, dan sebagainya. Kedua, tantangan yang disediakan terhadap siswa, misalnya pembatasan waktu untuk mengerjakan tes. Ketiga, cara menyajikan informasi, misalnya : dengan tulisan atau dengan rekaman, dan sebagainya. Tujan-tujuan belajar yang lengkap seharusnya memuat kondisi-kondisi di mana perilaku akan diuji.
Ukuran-ukuran Perilaku. Komponen ini merupakan suatu per­nyataan tentang ukuran yang digunakan untuk membuat pertimbangan mengenai perilaku siswa. Suatu ukuran menentukan tingkat minimal perilaku yang dapat diterima sebagai bukti, bahwa siswa telah men­capai tujuan, misalnya : siswa telah dapat memecahkan suatu masalah dalam waktu 10 menit, siswa dapat melakukan prosedur kerja tertentu, dan sebagainya. Ukuran perilaku tersebut merupakan kriteria untuk mempertimbangkan keberhasilan pada tingkah laku terminal.
Ukuran-ukuran perilaku tersebut dirumuskan dalam bentuk tingkah laku yang harus dikerjakan sebagai lambang tertentu, atau ketepatan tingkah laku, atau jumlah kesalahan, atau kedapatan melakukan tindakan, atau kesesuaiannya dengan teori tertentu.
Pentingnya Tujuan Belajar dan Pembelajaran
Tujuan penting dalam rangka sistem pembelajaran, yakni merupa­kan suatu komponen sistem pembelajaran yang menjadi titik tolak dalam merancang sistem yang efektif. Secara khusus, kepentingan itu terletak pada:
1).                 Untuk menilai hasil pembelajaran. Pengajaran dianggap berhasil jika siswa mencapai tujuan yang telah ditentukan. Ketercapaian tujuan oleh siswa menjadi indikator keberhasilan sistem pem­belajaran.
2).                 Untuk membimbing siswa belajar. Tujuan-tujuan yang dirumus­kan secara tepat berdayaguna sebagai acuan, arahan, pedoman bagi siswa dalam melakukan kegiatan belajar. Dalam hubungan ini, guru dapat merancang tindakan-tindakan tertentu untuk mengarahkan kegiatan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan tersebut.
3).                 Untuk merancang sistem pembelajaran. Tujuan-tujuan itu menjadi dasar dan kriteria dalam upaya guru memilih materi pelajaran, menentukan kegiatan belajar mengajar, memilih alat dan sumber, serta merancang prosedur penilaian.
4).                 Untuk melakukan komunikasi dengan guru-guru lainnya dalam meningkatkan proses pembelajaran. Berdasarkan   tujuan-tujuan itu terjadi komunikasi antara guru-guru mengenai upaya-upaya yang perlu dilakukan bersama dalam rangka mencapai tujuan-tujuan tersebut.
5).                 Untuk melakukan kontrol terhadap pelaksanaan dan keberhasilan program pembelajaran. Dengan tujuan-tujuan itu, guru dapat me­ngontrol hingga mana pembelajaran telah terlaksana, dan hingga mana siswa telah mencapai hal-hal yang diharapkan. Berdasarkan hasil kontrol itu dapat dilakukan upaya pemecahan kesulitan dan mengatasi masalah-masalah yang timbul sepanjang proses pembelajaran berlangsung.
2.         TUJUAN PEMBELAJARAN
Yang menjadi kunci dalam rangka menentukan tujuan pembelajar­an adalah kebutuhan siswa, mata ajaran, dan guru itu sendiri. Berdasar­kan kebutuhan siswa dapat ditetapkan apa yang hendak dicapai, dan dikembangkan dan diapresiasi. Berdasarkan mata ajaran yang ada dalam petunjuk kurikulum dapat ditentukan hasil-hasil pendidikan yang diinginkan. Guru sendiri adalah sumber utama tujuan bagi para siswa, dan dia harus mampu menulis dan memilih tujuan-tujuan pendidikan yang bermakna, dan dapat terukur.
Tujuan (goals) adalah rumusan yang luas mengenai hasil-hasil pendidikan yang diinginkan. Di dalamnya terkandung tujuan yang menjadi target pembelajaran dan menyediakan pilar untuk menyedia­kan pengalaman-pengalaman belajar.
Contoh rumusan tujuan umum (goals) :
Siswa hendak mengembangkan keterampilan dasar matematika; Siswa hendak mengembangkan apresiasi sajak.
Kalau kita perhatikan, tujuan-tujuan tersebut memang berguna untuk merancang keseluruhan tujuan program pembelajaran, tetapi kurang spesifik dalam upaya pelaksanaan urutan pembelajaran, karena tujuan yang dibutuhkan adalah yang jelas dan dapat diukur.
Untuk merumuskan tujuan pembelajaran kita harus mengambil suatu rumusan tujuan dan menentukan tingkah laku siswa yang spesifik yang mengacu ke tujuan tersebut. Tingkah laku yang spesifik harus dapat diamati oleh guru yang ditunjukkan oleh siswa, misalnya mem­baca lisan, menulis karangan, untuk mengoperasionalisasikan tujuan suatu tingkah laku harus didefinisikan di mana guru dapat mengamati dan menentukan kemajuan siswa sehubungan dengan tujuan tersebut.
Suatu tujuan pembelajaran seyogianya memenuhi kriteria sebagai berikut :
1.          Tujuan itu menyediakan situasi atau kondisi untuk belajar, misalnya : dalam situasi bermain peran;
2.          Tujuan mendefinisikan tingkah laku siswa dalam bentuk dapat diukur dan dapat diamati;
3.          Tujuan menyatakan tingkat minimal perilaku yang dikehendaki, misalnya pada peta pulau Jawa, siswa dapat mewarnai dan mem­beri label pada sekurang-kurangnya tiga gunung utama.
Tujuan Sebagai Instrumen Pengukuran
Mager, merumuskan konsep tujuan pembelajaran yang menitik­beratkan pada tingkah laku siswa atau perbuatan (performance) se­bagai output (keluaran) pada diri siswa, yang dapat diamati. Output tersebut menjadi petunjuk, bahwa siswa telah melakukan kegiatan belajar. Pada mulanya siswa tidak dapat menunjukkan tingkah laku tertentu, setelah belajar dia dapat melakukan tingkah laku tersebut. Ini berarti, siswa telah belajar. Dengan kata lain, proses pembelajaran memberikan dampak tertentu pada tingkah laku siswa.
Timbul pertanyaan : apakah tingkah laku yang dipertunjukkan itu sesuai dengan tingkah laku yang diharapkan? Untuk menjawab per­tanyaan tersebut, diperlukan dasar pertimbangan berupa seperangkat ukuran (standar) atau kriteria. Berdasarkan ukuran/kriteria itu dapat dibandingkan antara tingkah laku senyatanya dengan tingkah laku yang diharapkan (yang telah dirumuskan dalam bentuk tujuan tingkah laku). Jika siswa tidak menunjukkan tingkah laku yang sesuai dengan tujuan tersebut, berarti siswa tidak melakukan perbuatan belajar, atau per­buatan belajamya kurang berhasil.
Tujuan merupakan dasar untuk mengukur hasil pembelajaran, dan juga menjadi landasan untuk menentukan isi pelajaran dan metode mengajar. Berdasarkan isi dan metode itu selanjutnya ditentukan kondisi-kondisi kegiatan pembelajaran yang terkait dengan tujuan ting­kah laku tersebut, yang disebut sebagai kondisi internal. Kegiatan­-kegiatan yang tidak terkait dengan tujuan tingkah laku disebut kondisi luar. Berdasarkan pemikiran ini, maka dianggap perlu menentukan kondisi-kondisi eksternal yang berguna untuk meyakinkan bahwa perilaku yang diperoleh benar-benar disebabkan oleh kegiatan belajar, bukan karena sebab-sebab lainnya.
Tujuan merupakan tolok ukur terhadap keberhasilan pembelajar­an. Karena itu perlu disusun suatu deskripsi tentang cara mengukur tingkah laku. Deskripsi ltu disusun dalam bentuk deskripsi pengukuran tingkah laku yang dapat diukur, atau tingkah laku yang tidak dapat diamati secara langsung. Keterampilan melemparkan bola adalah peri­laku yang dapat diamati secara langsung, sedangkan sikap terhadap suku lain adalah perilaku yang tak dapat diamati secara langsung.
3.         KLASIFIKASI TUJUAN PENDIDIKAN
Tujuan pendidikan dapat diklasifikasikan berdasarkan pendekatan tertentu. Pengklasifikasian ini perlu diadakan supaya dapat diketahui jenis dan jenjang suatu tujuan pendidikan, dan hal ini dapat membantu si perancang/pengembang program pendidikan.
Klasifikasi tujuan pendidikan dilakukan berdasarkan pendekatan­-pendekatan (1). langsung/jangka panjang, (2). Jenis perilaku (tipe per­formance), dan (3). sumber.
Pendekatan langsung. Dengan pendekatan ini diklasifikasikan tujuan menjadi beberapa tujuan pendidikan, yakni :
1).                 Tujuan jangka panjang (long term), misalnya pengetahuan dan keterampilan yang berdayaguna sepanjang kehidupan.
2).                 Tujuan antara (medium term), yang mencakup hal-hal yang di­peroleh dari sekolah.
3).              Tujuan pembelajaran (course), berkenaan dengan bidang studi yang akan diajarkan.
4).              Tujuan unit, berkenaan dengan unit-unit yang akan diajarkan.
5).             Tujuan pelajaran (lesson), berkenaan dengan materi pelajaran yang akan diajarkan.
6).              Tujuan latihan, berkenaan dengan tingkah laku khusus yang akan dilatilikan.

Klasifikasi tujuan pendidikan ini digunakan dalam rangka merancang kurikulum.

Pendekatan Jenis Perilaku. Klasifikasi ini dibuat berdasarkan taksonomi tujuan pendidikan, yang terdiri dari
1).                 Tujuan-tujuan kognitif.
2).                 Tujuan-tujuan afektif.
3).                 Tujuan-tujuan psikomotorik.

Klasifikasi ini berguna dalam penyusunan tujuan kurikulum dan tujuan pembelajaran. Penjelasan lebih lanjut mengenai taksonomi ini disajikan pada uraian berikutnya.
Pendekatan sumber. Pendekatan ini bertitik tolak dari kebutuhan masyarakat, kebutuhan organisasi, atau kebutuhan individual. Kebutuh­an-kebutuhan tersebut diklasifikasikan dari segi input (isi atau infor­masi), proses (kemampuan berpikir), produk (keterampilan atau perilaku khusus).
Klasifikasi tujuan pendidikan meliputi:
1).                 Tujuan-tujuan keterampilan kehidupan, yakni keterampilan yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari, yang meliputi aspek­-aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.
2).                 Tujuan-tujuan metodologis, berkenaan dengan cara-cara berpikir dan bertindak terhadap informasi, dan cara-cara mengetahui disiplin mata ajaran.
3).             Tujuan-tujuan isi, yang berkenaan dengan kemampuan siswa yang meliputi konsep, generalisasi, prinsip, yang ada dalam daerah dan struktur mata ajaran tertentu.
Klasifikasi tujuan ini berguna dalam rangka memilih dan merumuskan tujuan-tujuan suatu bidang pengajaran/bidang studi.

4.         TAKSONOMI TUJUAN PENDIDIKAN
Taksonomi tujuan pendidikan merupakan suatu kategorisasi tuju­an pendidikan, yang umumnya digunakan sebagai dasar untuk merumuskan tujuan kurikulum dan tujuan pembelajaran. Taksonomi tujuan terdiri dari domain-domain kognitif, afektif dan psikomotor.
Matra Kognitif
      Matra kognitif menitikberatkan pada proses intelektual. Bloom mengemukakan jenjang jenjang tujuan kognitif, sebagai berikut:
1).                 Pengetahuan. Pengetahuan merupakan pengingatan bahan-bahan yang telah dipelajari, mulai dari fakta sampai ke teori, yang menyangkut informasi yang bermanfaat, seperti : istilah umum, fakta-fakta khusus, metode dan prosedur, konsep dan prinsip.
2).                 Pemahaman. Pemahaman adalah abilitet untuk menguasai pengertian. Pemahaman tampak pada alih bahan dari satu bentuk ke bentuk lainnya, penafsiran, dan memperkirakan. Contoh : memahami fakta dan prinsip, menafsirkan bahan lisan, menafsir­kan bagan, menerjemahkan bahan verbal ke rumus matematika.
3).             Penerapan (aplikasi). Penerapan adalah abilitet untuk mengguna­kan bahan yang telah dipelajari ke dalam situasi baru yang nyata, meliputi : aturan, metode, konsep, prinsip, hukum, teori. Contoh : melaksanakan konsep dan prinsip ke situasi baru, melaksanakan hukum dan teori ke situasi praktis, mempertunjukkan metode dan prosedur.
4).             Analisis (pengkajian). Analisis adalah abilitet untuk merinci bahan menjadi bagian-bagian supaya struktur organisasinya mudah di­pahami, meliputi identifikasi bagian-bagian, mengkaji hubungan antara bagian-bagian, mengenali prinsip-prinsip organisasi. Con­toh : menyadari asumsi-asumsi, menyadari logika dalam pemi­kiran, membedakan fakta dan inferensi.
5).             Sintesis. Sintesis adalah abilitet mengkombinasikan bagian-bagian menjadi suatu keseluruhan baru, yang menitikberatkan pada ting­kah laku kreatif dengan cara memformulasikan pola dan struktur baru. Contoh : menulis cerita pendek yang kreatif, menyusun ren­cana eksperimen, menggunakan bahan-bahan untuk memecahkan masalah.
6).             Evaluasi. Evaluasi adalah abilitet untuk mempertimbangkan nilai bahan untuk maksud tertentu berdasarkan kriteria internal dan kritena ekstemal. Contoh : mempertimbangkan konsistensi bahan tertulis, kemantapan suatu konklusi berdasarkan data, nilai suatu pekerjaan berdasarkan kriteria internal dan/atau eksternal.


Matra Afektif
Matra afektif adalah sikap, perasaan, emosi, dan karakteristik moral, yang merupakan aspek-aspek penting, perkembangan siswa. Krathwohl, Bloom, dan Masia, mengembangkan hierarki matra ini, yang terdiri dari:
1).           Penerimaan (receiving); suatu keadaan sadar, kemauan untuk menerima, perhatian terpilih. Contohnya : Siswa mempertunjuk­kan kemauan untuk mendengarkan rekaman musik rock, tetapi mengekspresikan perasaan yang lemah terhadap musik tersebut.
2).           Sambutan (responding) : suatu sikap terbuka ke arah sambutan; kemauan untuk merespons; kepuasan yang timbul karena sambut­an. Misalnya : Siswa memutuskan untuk merespons pada lagu yang disajikan dan mengalami kesenangan/kepuasan karenanya.
3).           Menilai (valuing) : penerimaan nilai-nilai, preferensi terhadap suatu nilai, membuat kesepakatan sehubungan dengan nilai. Con­toh : Siswa menerima nilai musik dangdut, menghubungkannya dengan sistem nilainya sendiri, dan membentuk suatu kesepakatan sehubungan dengan pentingnya musik tersebut.
4).           Organisasi (organization) : suatu konseptualisasi tentang suatu nilai, suatu organisasi dari suatu sistem nilai. Contoh : Siswa menyatukan apresiasinya yang baru menjadi/ke dalam sistem nilainya sendiri mengenai musik atau kultur lainnya.
5).           Karakterisasi dengan suatu kompleks nilai: suatu formasi menge­nai perangkat umum, suatu manifestasi daripada kompleks nilai. Contoh: Siswa menyatukan nilai musik ke dalam kehidupan pribadi dan menerapkan konsep tersebut pada hobi pribadinya, atau minat, atau kariernya.
Tingkat-tingkat pada hierarki ini tampak kurang jelas perbedaannya antara yang satu dengan yang lainnya dan kurang tampak pada siswa, lain halnya pada matra kognitif.
Matra Psikomotorik
Matra psikomotorik adalah kategori ketiga tujuan pendidikan, yang menunjuk pada gerakan-gerakan jasmaniah dan kontrol jasmaniah. Kecakapan-kecakapan fisik dapat berupa pola-pola gerakan atau keterampilan fisik yang khusus atau urutan keterampilan. Jenis tingkah laku utama dalam matra psikomotorik, menurut Singer dan Dick (1974) terdiri dari:
(1).       contacting, manipulating, and/or moving an object;
(2).       controlling the body or object, as in balancing;
(3).       moving and/or controlling the body or parts of the body in space in a brief timed act or sequence under predictable and/or unpredict­able conditions;
(4).          making controlled, appropriate sequential movements (not time n sequential ane restricted) in a predictable and/or unpredictable and changing situation.
Struktur hierarki tujuan-tujuan psikomotorik dikembangkan oleh Elizabeth Simpson (1966 - 67), sebagai berikut :
1).                 Persepsi (perception). Penggunaan lima organ indra untuk mem­peroleh kesadaran tentang tujuan dan untuk menerjemahkannya menjadi tindakan (action). Contoh: ketika bermain volley ball, siswa menggunakan penglihatan, pendengaran dan stimulasi untuk menyadari unsur-unsur fisik daripada permainan itu.
2).                 Kesiapan (set). Dalam keadaan siap untuk merespons secara mental, fisik dan emosional. Contoh : seorang siswa menunjuk­kan persiapan fisik dan sikap untuk melakukan kegiatan, misalnya siap start berenang.
3).                 Respons terbimbing (guided response). Bantuan yang diberikan kepada siswa melalui pertunjukan peran model, misalnya setelah guru mendemonstrasikan suatu bentuk tingkah laku, lalu siswa mempraktikkannya sendiri.
4).              Mekanisme. Respons fisik yang telah dipelajari menjadi kebiasaan, misalnya menunjukkan keterampilan kerja kayu setelah mengalami pelajaran sebelumnya.
5).                 Respons yang unik (complex overt response). Suatu tindakan motorik yang rumit dipertunjukkan dengan terampil dan efisien. Misalnya, setelah siswa latihan mengetik, maka dia dapat me­laksanakan tugas-tugas yang ditentukan secara lengkap tanpa kesalahan dan dengan kecepatan tinggi.
6).                 Adaption. Mengubah respons-respons dalam situasi-situasi yang baru. Misalnya, setelah mempelajari bermain basket ball, siswa menerapkan keterampilan-keterampilan yang telah dipelajari itu dalam bermain basket di air.
7).                 Originasi. Menciptakan tindakan-tindakan baru. Misalnya, setelah menyelesaikan pelajaran cara terjun ke dalam kolam, siswa menciptakan cara-cara terjun baru dengan mengkombinasikan keterampilan yang telah dipelajari dengan eksperimen fisik.